- Pada hari kedua di Mentawai, saya dan Anti berkesempatan berkunjung ke rumah seorang dari Suku Mentawai. Sebelumnya, kami sudah pernah membaca dan mendengar cerita mengenai Suku Mentawai dan kebudayaannya yang terpelihara. Kali ini, kami hendak berkenalan langsung dan melihat seperti apa kehidupan sehari-hari Suku Mentawai di Pulau Siberut.
Menggunakan perahu bermotor, kami menempuh perjalanan sekitar empat puluh dari Muara Siberut untuk mencapai perkampungan terdekat. Kami menuju hulu Sungai Gereget yang lebar dan berair tenang. Di kanan kiri terdapat hutan bakau dan pohon sagu yang rimbun. Sesekali kami berpapasan dengan Suku Mentawai yang sedang menaiki pompong (perahu kayu tradisional Mentawai).
Sampailah kami pada uma (rumah khas Mentawai) yang berdiri di tepi sungai. Teman Mentawai kami, Tutulu, dan keluarganya menyambut hangat sembari mengucap, "aloitta?" yang artinya "apa kabar?". Perhatian saya seketika terpusat pada tato yang menghiasi tubuh sebagian besar orang dewasa yang ada di sana, baik di tubuh lelaki maupun perempuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tengah obrolan, Tutulu dan kakaknya yang merupakan seorang sikerei (dukun budaya) lalu bercerita mengenai pembuatan tato khas Mentawai. Tato, mereka menyebutnya titi, adalah salah satu bagian dari ekspresi seni dan perlambang status orang dari Suku Mentawai. Dulu, tato populer di kalangan baik lelaki maupun perempuan Mentawai yang telah dewasa. Kini, hanya sebagian kecil suku Mentawai yang masih bertato. Sebagian dari mereka bisa ditemui di pedalaman Pulau Siberut.
Tato dibuat oleh seorang sipatiti (pembuat tato). Proses pembuatan tato memakan waktu yang lama, terutama pada tahap persiapannya yang bisa sampai berbulan-bulan. Ada sejumlah upacara dan pantangan (punen) yang harus dilewati oleh orang yang ingin ditato. Tak semua orang sanggup melewati tahap ini.
Sebelum sipatiti mulai membuat tato, ada ritual upacara yang dipimpin oleh sikerei (dukun budaya Mentawai). Tuan rumah lalu mengadakan pesta dengan menyembelih babi dan ayam. Daging babi dan ayam ini juga sebagai upah yang diberikan untuk sikerei. Tutulu bercerita bahwa ntuk menyelenggarakan pesta membuat tato ini saja bisa menghabiskan biaya sekitar lima juta rupiah.
Jarum yang digunakan terbuat dari tulang hewan atau kayu karai yang diruncingkan. Dengan mengetok-ngetoknya, terciptalah garis-garis yang merupakan motif utama tato suku Mentawai. Pewarna yang digunakan berasal dari arang yang menempel di kuali. Sikerei yang merupakan kakaknya Tutulu berkata bahwa biasanya pembuatan tato dimulai dari telapak tangan, tangan, kaki lalu tubuh. Selama beberapa hari, kulit yang baru ditato akan bengkak dan mengeluarkan darah. Membayangkannya saja saya ngeri.
Konon, tato Mentawai termasuk seni tato tertua di dunia, bahkan lebih tua dari tato Mesir. Sayangnya, kini hanya sebagian kecil saja suku Mentawai yang masih mempertahankannya. Hal ini akibat adanya larangan Pemerintah terhadap berkembangnya ajaran animisme di masa lalu. Tato adalah salah satu produk budaya yang kemudian perlahan menghilang. Ratusan motif tato yang pernah menghiasi penduduk asli Mentawai pun tidak sempat terdokumentasi. Bahkan Tutulu yang kami kenal pun, menghiasi tubuhnya dengan tato gambar bunga dan jangkar yang jelas bukan motif asli tato Mentawai.
Tertarik membuat tato khas Mentawai?
Pengalaman para peserta ACI lainnya dapat dilihat di
JAKARTA – Bagi masyarakat Suku Mentawai, Sumatra Barat, tato adalah pakaian abadi dalam mengarungi kehidupan dan menghadapi kematian. Rajahan yang ada di tubuh mereka, melambangkan sebuah filosofi dan strata sosial kehidupan si pemilik tato.
Misalnya, mereka yang sehari-hari bekerja dan memiliki keahlian sebagai pemburu, maka gambar tato yang akan dibuat akan berhubungan dengan perburuan. Biasanya gambar yang dibuat adalah hewan buruan seperti babi, atau busur panah yang mereka gunakan.
Lalu, jika orang tersebut sehari-hari bekerja sebagai nelayan, maka desain tato yang dibuat adalah mata suba, mata jaring hingga mata kail. Satu hal yang pasti, apapun latar belakangnya, tato yang tergambar di badannya harus melambangkan keseimbangan antara alam dan penghuninya.
Dalam kepercayaan suku Mentawai, tato memiliki tiga fungsi yang sudah ada sejak zaman nenek moyang. Pertama, sebagai identitas diri sebagai warga keturunan suku Mentawai. Kedua, sebagai penanda status sosial dan profesi yang mereka jalani.
Ketiga, tato ini dibuat sebagai hiasan tubuh atau keindahan semata. Bagi mereka yang menggunakan makna ini, tato akan dibuat dengan desain yang lebih baik dan kualitas gambar yang benar-benar diperhatikan.
Tiga fungsi itu akan menemukan satu tujuan, yaitu masing-masing dari mereka bisa saling membaca jati diri lawan bicarannya. Hal baiknya, mereka bisa saling menghargai perbedaan dan status sosial yang ada di masyarakat suku Mentawai.
Perlu diketahui, tato milik suku Mentawai adalah seni tato tertua di dunia. Sejarah mencatat tato Mentawai sudah ada sejak tahun 1.300 sebelum Masehi atau 200 tahun lebih dahulu daripada tato Mesir yang ditemukan pada 1.500 sebelum Masehi.
TradisiPembuatan tato bagi suku Mentawai sendiri juga tidak bisa dilakukan dengan sembarangan. Suku Mentawai yang masih memegang teguh kepercayaan nenek moyang yakni Arat Sabulungan, menginstruksikan bahwa pembuatan tato harus melewati beberapa ritual tertentu.
Sabulungan sendiri memiliki makna sa (sekumpulan) dan bulung (daun). Artinya sekumpulan daun itu (tato) dirangkai dalam lingkaran yang terbuat dari pucuk enau atau rumbia yang diyakini memiliki tenaga gaib.
Arat Sabulungan mengatur bahwa bagi mereka yang berkelamin laki-laki dan sudah memasuki usia 11 tahun, orang tuanya harus segera memanggil sikerei dan rimata atau kepala suku. Mereka akan berunding dalam menentukan hari dimana anak mereka bisa melaksanakan penatoan sebagai simbol menjadi keturunan suku Mentawai.
Setelah tanggal disepakati, proses selanjutnya adalah menghubungi Sipatiti atau seniman tato suku Mentawai. Untuk memakai jasa sipatiti, si pemilik hajat harus membayarnya dengan seekor babi dan bukan menggunakan uang.
Proses selanjutnya ialah dilakukannya upacara punen Enegat yang dipimpin Sikerei di puturukat atau di galeri tato milik Sipatiti. Kemudian penatoan awal atau yang biasa disebut dengan Janji Gagak Borneo akan dilakukan pada pangkal lengan.
Setelah usianya beranjak dewasa, penatoan akan dilanjutkan menggunakan pola darukat di dada, titi teytey di pinggang dan punggung, titi rere pada paha dan kaki, titi puso di atas perut, dan titi tatep di dada.
Untuk alat-alat yang digunakan untuk menato mengandalkan barang dari alam yang mudah didapat. Alat perajah yang digunakan adalah lilipat patitik yang berbentuk dua kayu. Satu ujungnya adalah jarum, sementara ujung lainnya adalah pemahat.
Jarumnya sendiri terbuat dari kayu karai atau tulang binatang yang diruncingkan. Dahulu kala untuk mendesain tato menggunakan lidi yang digoreskan ke kulit seseorang yang akan ditato. Akan tetapi seiring berkembangnya zaman desain itu dipola menggunakan spidol agar mengurangi rasa sakit.
Sementara untuk memberikan pewarnaan, suku Mentawai menggunakan olahan jelaga atau butiran arang yang biasanya menempel pada tungku masak di dapur. Juga bisa menggunakan daun pisang untuk memberikan warna hijau.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia
Tato tradisional adalah salah satu tradisi prasejarah yang tidak memiliki catatan yang dapat ditelusuri kapan diciptakannya. Tato Mentawai adalah salah satunya. Namun, ada gagasan yang menyatakan bahwa tato Mentawai tertua di dunia. Asumsi ini menjadi perdebatan di dunia akademik dan tersebar di media-media digital. Sebahagian orang meyakininya asumsi itu sebagai sebuah kebenaran. Bahkan asumsi ini dijadikan sebagai acuan yang sahih dalam membuat sebuah kebijakan publik di Mentawai. Argumen ini telah menuai kontroversi di masyarakat Mentawai. Setelah mengulas sumber-sumber ilmiah yang mendasari munculnya asumsi tato Mentawai tertua di dunia fakta-fakta berbeda ditemukan tentang tato tradisional Mentawai. Berdasarkan fakta-fakta itu disimpulkan adalah bahwa tato traditional Mentawai sebagai yang tertua di dunia tidaklah berdasar.
Nationalgeographic.co.id—Seorang arkeolog yang mengikuti firasat telah menemukan tato figural tertua di dunia pada tubuh dua mumi berusia 5.000 tahun dari Mesir. Dua mumi tersebut ialah Gebelein Man A dan Gebelein Woman.
Gambar yang didapatkan dari penggunaan inframerah ini mengungkapkan tato banteng liar (Bos primigenius) dan domba barbary (Ammotragus lervia) di lengan atas mumi yang dijuluki Gebelein Man A.
Sementara mumi lainnya, seorang perempuan yang dikenal sebagai Gebelein Woman, memiliki tato berbentuk S dan linier di lengan atas dan bahunya. Para arkeolog menyimpulkan bahwa inilah penemuan mumi perempuan tato tertua yang pernah ditemukan.
“Meskipun kita cenderung berpikir bahwa prasejarah (waktu sebelum mengenal menulis) adalah primitif dan agak sederhana, jelas ini adalah waktu yang canggih dan orang-orangnya pasti terlihat luar biasa,” ujar Renée Friedman, peneliti utama studi sekaligus direktur Ekspedisi Hierakonpolis, yang dipimpin oleh Universitas Oxfords Ashmolean Museum, di Inggris.
Firasat Friedman muncul setelah dia dan rekannya menemukan kuburan Nubia di Hierapolis di Mesir Hulu yang berasal dari Kerajaan Tengah awal, atau sekitar 2000 SM.
Para arkeolog menemukan bahwa 3 wanita kuno yang dimakamkan di kuburan memiliki tato yang luas, terutama di perut mereka. Tato satu wanita terlihat dengan mata telanjang, dan tato 2 lainnya terungkap dengan fotografi inframerah.
“Ini adalah wahyu karena kami benar-benar tidak dapat melihat tato pada dua wanita lain ini tanpa kamera (inframerah),” kata Friedman.
"Ini memberi saya gagasan bahwa lebih banyak tato mungkin tidak terdeteksi dan tradisinya mungkin lebih jauh ke belakang daripada Kerajaan Tengah," sambungnya.
Baca Juga: Arkeolog Menemukan Mumi Putri Bertato Berusia 2.500 Tahun di Siberia
Tato dengan motif huruf S pada lengan dan bahu mumi wanita (Gebelein Women), diyakini tato itu memiliki tujuan mistis atau religius.
Pada saat itu, Friedman adalah seorang kurator penelitian dalam koleksi pradinasti di British Museum. Jadi, dia memutuskan untuk mencoba kameranya pada mumi Predinastik yang terpelihara dengan baik di sana, yang memiliki pelestarian kulit yang baik dan tidak tersembunyi dalam pembungkus mumi.
Friedman menganalisis 7 mumi dan menemukan tato pada dua di antaranya adalah mumi alami Gebelein Man A dan Gebelein Woman, yang berasal dari sekitar 3351 SM hingga 3017 SM.
“Penemuan ini mendorong mundurnya tato di Afrika selama lebih dari 1.000 tahun,” kata Friedman.
Baca Juga: Mumi Belalang Terawetkan dalam Lukisan Olive Trees Karya Van Gogh
Mumi Gebelein Man A dan Gebelein Woman tersebut berasal dari periode pradinasti Mesir sebelum negara itu disatukan di bawah firaun pertama sekitar 3100 SM. Arkeolog menggali Gebelein Man A sekitar 100 tahun yang lalu, dan dia telah dipajang hampir terus menerus sejak itu.
Berdasarkan pemindaian computed tomography (CT) oleh peneliti sebelumnya, ketika Gebelein Man A masih muda, antara 18 dan 21 tahun, dia meninggal karena luka tusuk di punggungnya.
Analisis baru gambar inframerah menunjukkan bahwa noda hitam di lengannya sebenarnya adalah tato dua hewan bertanduk yang tumpang tindih. Kemungkinan banteng liar dengan tanduk rumit dan ekor panjang, dan domba barbary dengan tanduk melengkung dan bahu berpunuk.
Tato juga tidak dangkal, siapa yang pernah membuatnya menerapkan pigmen berbasis karbon (kemungkinan jelaga) ke lapisan dermis kulit yang dalam.
“Tidak jelas apa arti tato ini, tapi mungkin itu simbol kekuatan atau bahkan tanda perburuan yang sukses,” kata Friedman.
Baca Juga: Rosalia Lombardo, Mumi Anak-anak Korban Virus Flu Spanyol 1920
Gebelein Man, yang memiliki tato figuratif tertua di dunia.
Sebaliknya, tato Gebelein Woman tidak menunjukkan binatang, melainkan serangkaian 4 bentuk S kecil yang berjalan di bahu kanannya. Di bawah tanda-tanda ini ada motif linier yang mirip dengan benda-benda seremonial yang dipegang oleh tokoh-tokoh yang dilukis di atas keramik dari periode itu.
Mungkin baris ini mewakili tongkat bengkok, simbol kekuasaan dan status, atau tongkat pelempar atau tongkat yang digunakan dalam tarian ritual. Para peneliti menyebut akan mudah untuk melihat tato wanita itu ketika dia masih hidup, dan mereka mungkin telah menyampaikan status, keberanian, atau mungkin pengetahuan magisnya.
Kedua mumi itu kira-kira sezaman dengan Ötzi yang berusia 5.300 tahun, mumi Iceman yang ditemukan di Pegunungan Alpen Italia pada tahun 1991. Ötzi memiliki 61 tato geometris di tubuhnya.
Beberapa analis telah berhipotesis bahwa tato Ötzi memiliki tujuan pengobatan, karena ditempatkan pada titik akupunktur yang diketahui. Namun, “Tidak seperti Ötzi, tidak ada indikasi bahwa (tato Mesir) memiliki alasan medis,” kata Friedman.
Baca Juga: Misteri Mumi Mesir Berusia 4.000 Tahun Terpecahkan Berkat Bantuan FBI
Para peneliti juga menemukan perangkat kuno yang berasal dari periode yang sama dengan Gebelein Man A dan Gebelein Woman.
Friedman memaparkan bahwa peralatan itu ditemukan di kuburan Predinastik, dimakamkan dengan seorang wanita yang lebih tua antara usia 40 dan 50 tahun.
Alat itu termasuk palet berbentuk burung yang kemungkinan digunakan untuk menggiling bijih kosmetik, seperti oker, dengan kerikil bulat, yang semuanya ditemukan dalam keranjang, tulis Friedman dalam Ancient Ink: The Archeology of Tattooing. Keranjang itu juga berisi penusuk tulang, yang bisa digunakan untuk tato.
"Kehadiran penusuk seperti itu sebagai bagian dari kit termasuk pigmen, resin, jimat, dan dupa di kuburan wanita yang lebih tua di Hierakonpolis menunjukkan bahwa tato ada di tangan spesialis dan disertai berbagai ritual dan upacara," tulis para peneliti di studi baru.
Antara Gajah, Hutan, dan Kehidupan yang Perlu Diselamatkan
Aktor Darius Sinathrya menjalani prosesi tato tubuh saat berkunjung ke Mentawai, Sumatera Barat. (Foto: Okezone.com/Rus Akbar)
SUKU Mentawai terkenal dengan tatonya. Kelompok masyarakat yang mendiami Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat ini memang punya tradisi mentato tubuhnya. Tradisi tersebut sudah ada sejak zaman nenek moyangnya.
Masyarakat Mentawai menganggap tato sebagai busana abadi. Tak hanya itu, tato ini juga sebagai simbol yang mencerminkan keselarasan antara manusia dan alam sekitarnya.
Di Mentawai tato disebut ‘titi’. Tradisi tato di etnis Mentawai sudah ada sejak 1500-500 Sebelum Masehi atau zaman Logam, sehingga tato Mentawai ini dinobatkan sebagai tato tertua di dunia.
Dikutip dari Sindonews, Dosen STKIP Abdi Pendidikan Payakumbuh Fikrul Hanif Sufyan mengatakan bahwa orang Mentawai sudah menato tubuh sejak kedatangan mereka ke pantai barat Sumatera.
Suku Mentawai dikenal sebagai bangsa Proto Melayu yang datang dari daratan Asia (Indocina) pada zaman Logam. Dari situ, bisa disimpulkan bahwa tato Mentawai merupakan yang tertua di dunia, bukan tato Mesir yang baru dikenal pada 1300 SM.
Proses mentato tubuh di Mentawai. (Okezone.com/Rus Akbar)
Mengutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, tato Mentawai merupakan bagian dari tradisi dan budaya yang berfungsi sebagai simbol, tanda pengenal, atau hiasan berupa suatu sistem penandaan yang merupakan prinsip hidup.
Bagi Masyarakat Mentawai, budaya tato dilakukan pada saat usia 7 tahun yang dilakukan oleh sipatiti, seniman tato.
Sebelum penatoan, dilakukan punen enegat atau upacara inisiasi di puturukat (galeri miliki sipatiti). Upacara ini dipimpin oleh sikerei dan harus menyembelih satu ekor babi untuk sekali tato.
Proses tato tidak menggunakan bius, sehingga tato tidak bisa dilakukan sekaligus karena sangat beresiko dan sakit. Oleh karena itu, masyarakat Mentawai memiliki waktu jeda sebulan, atau hingga bagian tato sembuh dan dinilai bagus.
Jika tato belum sembuh, maka mereka akan mengulangi proses tato dan kembali menyelenggarakan upacara dengan memotong babi.
Pewarna tato Mentawai terbuat dari campuran arang dan air tebu yang dipanaskan dengan tempurung kelapa. Teknik pembuatan tato dilakukan dengan mengetok-ngetok menggunakan jarum.
Setelah penatoan selesai, bagian tubuh yang ditato diolesi digosokkan daun kukuet (sejenis daun lengkuas) untuk mencegah infeksi dan bengkak.
Orang yang sudah ditato dilarang mengkonsumsi makanan berminyak. Hal ini dikarenakan cairan minyak menyerap di kulit, sehingga tato tidak terbentuk.
Tato yang digunakan pada masyarakat Suku Mentawai biasanya akan berbeda pada masing-masing individu. Motif tato yang ada di tubuh mereka memiliki filosofi, makna, serta menunjukkan jati diri dan status sosial penggunanya.
Motif sarepak abak, misalnya, yang ditorehkan di punggung dan memiliki lambang keseimbangan kehidupan di alam. Ada juga motif durukat yang ditorehkan di bagian dada sebagai simbol jati diri suku dan menunjukkan batas wilayah kesukuan.
Titi tak bisa ditorehkan oleh sembarang orang. Untuk melakukannya, suku Mentawai mengenal keberadaan sipatiti, yakni seorang laki-laki yang dipercaya sebagai pembuat titi.
Meski tak diangkat secara adat, keberadaan sipatiti telah diakui oleh masyarakat Suku Mentawai. Untuk membuat tato yang simetris, seorang sipatiti harus memperhitungkan jarak titi dengan metode manual, yakni menggunakan jari.
Selain harus melalui ritual, pembuatan titi harus dilakukan secara bertahap. Biasanya, tahap pertama dilakukan saat seseorang berusia 11-12 tahun atau masa akil balig yang hanya boleh dilakukan di bagian pangkal lengan.
Tahap selanjutnya yakni ketika berusia 18-19 tahun dengan rajahan di bagian paha. Tahap ketiga ada di masa dewasa yang bisa menorehkan titi di bagian tubuh lain.
Motif tato pada bagian depan tubuh manusia dapat juga ditemukan kemiripan polanya lukisan pada benda-benda tertentu di uma atau rumah tradisional orang Mentawai. Fungsinya dapat dimaknai sama. Ketika berada di ruang beranda kita dapat melihat benda yang menempel di dinding atas disebut jaraik.
Oleh masyarakat Mentawai, jaraik bertujuan sebagai pelindung keluarga dari radiasi atau bajou yang datang dari luar yang dibawa oleh orang-orang yang berkunjung ke uma mereka. Pola yang tergambar pada jaraik mirip dengan motif tato di bagian depan tubuh manusia.
"Tato salah satunya menjadi tameng. Karena dari dalam ada energi kehidupan. Terpancar walau tidak kelihatan melalui relief-relief tadi, terpancarlah perlindungan, sehingga ketika ada radiasi yang mendekat ke badan manusia, lalu motif itulah yang menjadi benteng," ujar Tulius.
Selain sebagai perlindungan, tato Mentawai merupakan tanda kesiapan peralihan hidup seseorang dalam memulai kehidupan yang baru. Misalnya, ketika seseorang mulai ikut berburu bersama keluarganya, kemudian berhasil mendapatkan buruan berulang kali, maka dia berhak mendapatkan sebuah tanda keberhasilan tersebut berupa tato.
Untuk motif tato yang dilukiskan pun tergantung dari apa hasil buruan yang didapatkan. "Tapi itu pada usia yang relatif matang kemudian digambarlah tato monyet di sekitar sini atau tato mirip babi di sekitar sini atau tato penyu laut, kalau saya sering pergi ke laut," tuturnya.
Selain pencapaian seorang, tato Mentawai juga menjadi tanda bahwa seorang telah menjalani hidup dengan kondisi yang berbeda, seperti halnya menikah. Oleh karena itu, untuk mengapresiasi hal tersebut, keluarga pengantin menyiapkan pesta untuk memberi tato kepada mereka.
Tato Orang Mentawai Berdasarkan Wilayah
Namun, yang dilukiskan juga harus motif yang disesuaikan dengan kawasan itu. Hal tersebut untuk mengantisipasi adanya kesimpangsiuran asal wilayah.
Hasil penelitian pada tahun 1941 menghasilkan sebuah identifikasi. Motif tato yang dilukiskan di masing-masing bagian tubuh seperti wajah, depan badan, lengan, tangan bawah, paha, punggung dan kaki, memiliki nama dan punya motif tersendiri.
"Kalau kita ke Mentawai, ketemu itu. Orang yang bertato di punggung, melengkung dan ada satu garis lurus vertikal. Di punggung semua bisa ditemukan kalau memang itu adalah orang Mentawai," ujar Tulius.
Dia melanjutkan, "Yang membedakan lagi, kalau kita melihat tiga garis di belakang, selain di punggungnya, dua garis, orang lihat dari jauh sudah mulai merasa cemas. Itu representasi tato orang yang sudah pernah melakukan pengayauan."
Tulius menyebut, pengayauan itu merupakan orang yang sakti dan memiliki keberanian, pengalaman petualangan yang luar biasa.
Kemudian untuk motif yang digunakan juga sangat beragam baik untuk laki-laki ataupun perempuan. Contohnya yaitu motif durukat yang ditorehkan pada dada, sarepak abak yang biasanya digambarkan pada punggung, hingga gagai yang untuk bagian lengan.
Setiap motif titi tersebut masing-masing mempresentasikan simbol-simbol penghormatan kepada roh dan keyakinan masyarakat Mentawai. Ada pula motif-motif lain yang diangkat dari alam. Untuk tradisi Mentawai biasa disebut buluk aleilepet berjenis daun puding yang biasanya digunakan dalam ritual.
Untuk membuat tato tersebut tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Biasanya dilakukan sipatiti atau orang ahlinya. Bahkan setiap wilayah di Mentawai memiliki motif titi yang berbeda-beda.
"Di beberapa wilayah di Mentawai, yang disebut dengan lokpok atau tato lokpok, itu ditaruh persis di bagian rongga dada. Tapi itu ditemukan di beberapa lembah, tidak semua. Itu menjadi representasi dari kelompok yang berasal dari daerah yang sama. Kalau mereka sudah berada di daerah lain, mereka juga melakukan motif yang berbeda," Tulius menjelaskan.
Gambar tato setelah diteliti dengan inframerah. Para ilmuwan telah menemukan tato tertua di dunia dengan gambar banteng dan domba liar. Kedua hewan tersebut melambangkan kejantanan dan kesuburan pria.
Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan telah menemukan tato tertua di dunia – tersembunyi pada mumi Mesir Kuno yang selama 100 tahun dipajang di British Museum. Sebelumnya, karya ilmiah dan pengunjung museum telah melihat noda gelap yang samar di lengan kanan pria tersebut. Namun, baru-baru ini, tes inframerah mengungkapkan bahwa tanda tersebut adalah tato yang menggambarkan dua binatang: yakni, banteng liar raksasa dan kambing liar Afrika Utara.
Sepertinya, pria tersebut menggunakan tatonya untuk memberikan kesan jantan, kuat, dan macho. Pada masa kuno, kedua jenis hewan itu sering dikaitkan dengan kekuatan, kejantanan, dan kesuburan pria.
Kedua hewan tersebut ditato ke lengan pria sekitar 5.200 tahun yang lalu. Pengujian seni menunjukkan bahwa tato dibuat dengan pigmen berbasis karbon, kemungkinan dari jelaga.
Banteng yang digambarkan di tato itu mewakili spesies banteng liar raksasa, aurochs, yang sekarang sudah punah. Mereka sangat ditakui, dikagumi, dan sering dipuja di seluruh dunia.
Aurochs menjadi pelopor banyaknya legenda banteng besar di zaman purba – misalnya cerita Cretan Minotaur, Mesopotamian Bull of Heaven dan Anatolian. Pada kepercayaan Mesir Kuno, ada tiga dewa banteng yang menyimbolkan kesuburan dan perang.
Hewan lainnya di tato, makhluk seperti kambing itu diketahui sebagai domba Barbary. Mereka juga sering dikaitkan dengan kejantanan pria.
Tato di lengan mumi. Setidaknya ada 14 mumi di museum-museum Mesir, Kanada dan Italia. Mereka akan diuji melalui teknologi inframerah untuk menemukan tato kuno lainnya.
Di zaman purba, hewan ini dihubungkan dengan seksualitas maskulin. Dalam mitologi Yunani, mereka digambarkan sebagai Pan yang erotis, dewa alam liar. Di Mesir Kuno, kambing ini kadang-kadang dianggap sebagai kekuatan purba yang terkait dengan prokreasi. Dan tentu saja, ada tiga dewa domba di Mesir yang berkaitan dengan kesuburan dan penciptaan.
Setidaknya ada 14 mumi di museum-museum Mesir, Kanada dan Italia. Mereka akan diuji melalui teknologi inframerah untuk menemukan tato kuno lainnya. Hingga penemuan terbaru ini, tato tertua di British Museum diketahui berasal dari 2000 SM – 1200 tahun kemudian dari tato di lengan mumi pria tersebut.
Sama seperti di zaman modern, tato merupakan fenomena global yang nyata pada masa kuno. Penemuan tato pada mumi Mesir ini merupakan tambahan yang menarik bagi artistik dunia kuno.
Baca Juga: Kumpulan Temuan Arkeologi, Empat Makam Perempuan Terhormat Mesir Kuno
Banteng afrika di Taman Nasional Kruger, Afrika Selatan. IPada kepercayaan Mesir Kuno, ada tiga dewa banteng yang menyimbolkan kesuburan dan perang.
Mumi tersebut pertama kali ditemukan 100 tahun yang lalu pada sebuah pemakaman Mesir Kuno di Gebelein.
Menurut Daniel Antoine, pemimpin penelitian dan kurator British Museum, penggunaan metode ilmiah terbaru, termasuk CT scan, radiokarbon, dan pencitraan inframerah telah mengubah pemahaman kami mengenai mumi Gebelein.
“Baru sekarang kita mendapatkan pengetahuan baru tentang kehidupan individu-individu yang diawetkan ini. Luar biasa, di usia lebih dari lima ribu tahun, mereka mendorong kembali munculnya bukti tato,” katanya.
Baca Juga: Berapa Orang yang Diperlukan untuk Membangun Piramida Agung Giza?
Antara Gajah, Hutan, dan Kehidupan yang Perlu Diselamatkan